Di Indonesia, ada banyak makanan khas yang sangat melekat dengan kebiasaan dan cara makan masyarakat setempat. Salah satu contoh makanan khas yang sangat populer di Indonesia adalah gulai. Di Padang, kita sering menemukan berbagai varian gulai, mulai dari gulai nangka, gulai buncis, gulai ayam, dan gulai kepala ikan.
Bagaimana sebenarnya makanan kaya akan rempah dan santan ini bisa begitu raja olympus disukai oleh masyarakat Indonesia? Simak dibawah ini mengenai pengertian dan sejarahnya, mengapa Gulai banyak disukai oleh banyak orang.
Pengertian serta Perbedaan Antara Gulai dan Gule
Terkait gulai dan gule, banyak yang menganggap keduanya sama. Namun sebenarnya, kedua makanan ini memiliki asal-usul dan bumbu yang berbeda. Berikut ini adalah perbedaan serta pengertian Gulai dan Gule.
Gulai adalah hidangan khas daerah Sumatera yang berkuah santan, dengan menggunakan daging ayam, ikan, daging kambing, jeroan, atau sayuran sebagai bahan utamanya. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan Gulai meliputi kunyit, jahe, adas, jintan, serta rempah-rempah lainnya yang memberikan aroma khas dan cita rasa gurih yang pekat. Kuah gulai umumnya cukup kental dengan perpaduan rasa gurih dan manis. Terdapat dua variasi gulai, yaitu gulai merah yang dimana bahan utamanya menggunakan cabai merah besar sebagai tambahan bumbu, dan gulai kuning yang kaya akan rempah kunyit.
Baca Juga : 6 Daftar Kuliner Khas Hongkong Yang Wajib Untuk Dicoba Saat Sedang Liburan Disana
Sedangkan Gule berasal dari Jawa dan umumnya terbuat dari daging kambing beserta tulangnya. Kuah gule cenderung lebih encer dibandingkan dengan kuah gulai, dan cita rasa yang gurih, asin, juga sedikit manis. Bumbu-bumbu rempah yang digunakan dalam pembuatan gule mencakup merica, jahe, lengkuas, pala, kapulaga, kunyit, dan cabai merah. Beberapa orang juga menambahkan batang serai untuk memberikan aroma yang lebih harum. Gule biasanya disajikan dengan pelengkap seperti kecap, cabai rawit, jeruk nipis, kerupuk atau emping melinjo, dan sate kambing, berbeda dengan gulai yang biasanya sering disantap langsung dengan nasi putih.
Sejarah Gulai dan Perkembangannya
Gulai tumbuh dan berkembang awalnya di daerah Sumatera dan dipengaruhi oleh masakan India, tetapi banyak bumbu dan rempah lokal yang digunakan supaya bisa menyesuaikan dengan selera masyarakat setempat. Kuliner khas Sumatera secara tradisional sering dikaitkan dengan gulai dan kari sejak abad ke-16. Gulai dianggap sebagai pengaruh kuliner dari luar yang masuk ke Nusantara.
Menurut sejarawan kuliner dari Universitas Padjajaran, posisi strategis Kota Minangkabau sering kali dikunjungi oleh pedagang asing. Hal ini memiliki peran penting dalam mempengaruhi perkembangan kuliner lokal. Setelah Terusan Suez dibuka pada tahun 1869, semakin banyak pedagang rempah dari berbagai bangsa yang singgah di Sumatera Barat. Mereka yang ingin berlayar melalui Selat Malaka sering berhenti terlebih dahulu di Sumatera Barat.
Namun, kuliner Minangkabau yang diidentikkan dengan sajian santan berbumbu rempah tidak selalu seperti yang kita kenal saat ini. Awalnya, makanan ini sederhana, seperti nasi, ikan, dan beberapa hidangan ayam. Kuliner ini kemudian berkembang melalui akulturasi dengan pengaruh kuliner India yang dipadukan dengan rempah-rempah khas Nusantara. Gulai kemudian menyebar ke Pulau Jawa dan mengalami penyesuaian dalam komposisi untuk mencocokkan dengan citarasa masyarakat Jawa.
Di Jawa, gulai memiliki kuah yang lebih encer dan menggunakan kecap atau gula merah, sehingga rasanya tidak sekuat dengan gulai Sumatera yang menggunakan kapulaga. Meskipun gulai sayur ada di Sumatera, namun varian ini tidak begitu umum di Jawa yang dimana lebih sering ditemui adalah gulai daging kambing. Itulah sejarah singkat tentang gulai dan perkembangan Gulai di Indonesia. Selanjutnya, artikel ini akan membahas berbagai varian gulai yang umum ditemui di kalangan masyarakat.